Pages

Wednesday, March 26, 2008

Cabut Saja ... (Daripada yang Lain Ikut Sakit)

Oleh : Taufan Yanuar
Interisti dari kecil

taufanyanuar@yahoo.com

Roberto Mancini datang saat Internazionale Milan paceklik gelar di tahun 2004, dan di perjalanan dapat menghasilkan dua gelar Coppa Italia (2005 & 2006), dua Scudetto (2005-06 & 2006-07) dan dua Super Italia (2005, 2006).

Wajar jika Mancini tahun 2007-08 ngebet & penasaran untuk meraih gelar Liga Champion, karena belum merasakan nikmatnya mencium piala Juara Liga Champion. Apalagi skuad sekarang adalah yang terbaik, dari penjaga gawang (Julio Cesar), defender (Marco Materazzi, Ivan Cordoba), midfielder (Esteban Cambiaso, Dejan Stankovic) dan striker (Zlatan Ibrahimovic, Julio Cruz). Now or Never.

Cita-cita luhur dari ksatria sudah tertanam.

Bulan Maret, serasa episode yang berat buat “Ekosistem Intermilan”, bukan hanya bagi Mancini. Yaitu buat Presiden Masimo Moratti, Pelatih Mancini, Pemain, Suporter & Stadion Giuseppe Meazza. Dimulai dari tanggal 6 Maret kalah dari Liverpool 0-2 di Anfiled pada laga Liga Champion dilanjutkan leg kedua di kandang sendiri tanggal 12 Maret kembali takluk 0-1.

Emang semua pertandingan ada “excuse” yaitu Intermilan selalu menerima espulso dari wasit (Materazzi saat leg pertama lawan Liverpool & Burdisso saat leg kedua). Tapi pelatih Intermilan yang berusia 43 tahun ini mengeluarkan pernyataan akan hengkang dari Beneamata  dan mundur dari kursi pelatih.

Sifat pengecut telah muncul.

Tangis berdarah juga berlanjut di laga domestik, seri dari tim “ecek-ecek” Genoa 1-1 dan kalah 1-2 saat melawan Juventus dengan tajuk Derby Italia. Plus drama perang mulut Mancini dengan Matrix –julukan Materazzi- dan Ibrahimovic. Ada yang sakit.

Mental Juara telah rapuh.

Perlu diingat, disini yang mengalami kekalahan dan sakit bukan hanya Mancio –panggilan Mancini-, tapi segenap “Ekosistem Intermilan”, yakni Presiden, Pelatih, Pemain, Suporter & Stadion Giuseppe Meazza. Dan yang harus bangkit adalah semuanya.

Dan perlu diketahui faktor kesuksesan bukan dari seorang pelatih saja. Ini bukan one man show. Tapi kerjasama antar isi dari “Ekosistem Intermilan”.

Seperti gigi yang sakit, telah membuat pikiran tidak bisa berpikir jernih, telah menyerang urat syaraf. Jika sudah tidak bisa ditambal lagi dan tidak bisa dilawan lagi rasa sakitnya dengan obat, cabut saja daripada yang lain ikut sakit. Meski gigi yang dicabut ini pernah berjasa menguyah daging yang keras.

Jika sakit ini sudah akut, sifat kstaria telah sirna, mental juara telah runtuh, cuman tersisa pengecut saja. Meski Mancini terbilang pelatih yang sukses dalam satu dekade ini di Intermilan. Jadi, cabut saja daripada pemain yang lain ikut “sakit” dan hasil pertandingan ikutan “sakit”.

Monday, March 24, 2008

Roman Picisan

Oleh : Dewa

Tatap matamu bagai busur panah
Yang kau lepaskan ke jantung hatiku
Meski kau simpan cintamu masih
Tetap nafasku wangi hiasi suasana

Saat kau kecup manis bibirmu
Cintaku tak harus, miliki dirimu
Meski perih mengiris-iris segala janji
Aku berdansa diujung gelisah

Di iringi syahdu lembut lakumu
Kau sebar benih anggun jiwamu
Namun kau tiada...menuai buah cintaku
Yang ada…

Friday, March 21, 2008

Mandala RI - 191

Hari Kamis,, tanggal 20 Maret 2008, aku berencana mau mudik dari tempat aku kerja di Batam, menuju kampung halaman di Jember, via Surabaya. Dari bandara Internasional Hang Nadim Batam, sekitar pukul 13.30.

Estimasi tiba di bandara Surabaya Juanda di Sidoarjo adalah pukul 15.30. Perjalanan selama 2 jam lumayan membuat penat. Hanya dengan membaca buku dan makan cemilan yang dapat mengusir rasa bosan di atas pesawat.

Sering sekali aku berangkat ke Batam maupun saat mudik ke Surabaya dapat tempat duduk di tengah, di dekatnya pintu darurat. Tak beda dengan perjalanan kali ini. Aku mendapat tempat duduk di pintu darurat, sehingga mendapat instruksi tambahan dari pramugari cara membuka pintu darurat saat terjadi keadaan darurat.

Saat akan tiba di Surabaya, tiba-tiba pesawat mengalami gonjangan. Pilot mengatakan dan memberi warning agar penumpang kembali ke tempat duduk dan agar segera mengencangkan safety belt, dikarenakan akan menembus awan kumulunimbus.

Awalnya pesawat hanya mengalami turbulensi kecil. Namun tiba-tiba goncangan semakin ekstrim. Pesawat diombang ambingkan oleh angin secara dashyat. Aku kebetulan duduk di kursi D. Pesawat diputar 90 derajat ke kanan sehingga saat aku melihat jendela kanan aku bisa melihat air laut, tidak sampai 1 detik kemudian pesawat berputar 180 derajat ke kiri, sehingga saat aku melihat di jendela aku melihat langit.

Begitu hingga sekitar 2 menit goncangan demi goncangan tiada henti. Goncangan kecil maupun yang menyebabkan hingga pesawat berputar 90 derajat. Seketika itu pula sambil tiada henti beristighfar aku mengambil kertas panduan jika terjadi keadaan darurat dan cara membuka pintu darurat.

Semua penumpang berteriak panik. Semua penumpang menyebut asma Allah dan nama Tuhan sesuai dengan keyakinan masing. Bahkan penumpang sebelahku persis yang notabene berbadan besar dan bertatto pun menyebut kata tobat dan menyebut nama Allah.

Namun tak lama kemudian, pilot berkomunikasi dengan penumpang bahwa akan menaikkan ketinggian pesawat dan mendarat darurat di Ngurah Rai Bali.

Setengah jam kemudian pesawat mendarat di Bali. Para penumpang tidak diperbolehkan turun dan diminta menunggu di dalam pesawat. Dan setelah menunggu 30 menit kemudian, pesawat terbang kembali untuk melanjutkan perjalanan ke Juanda.

Badai pasti berlalu.