Pages

Thursday, July 16, 2020

Hagia Sophia


Beberapa hari terakhir cukup viral dibicarakan Hagia Sophia dengan segala mitosnya. Salah satu mitosnya adalah bahwa bangunan asli Hagia Shophia dibangun Nabi Sulaiman AS bersama sejumlah pasukannya. Mitos yang menyertainya adalah marker yang dipakai adalah marmer terbaik dari Jabal Qaf. Untuk pondasi digali hingga sedalam 70 meter dan disempurnakan dengan lapisan emas.

Lanjut, Hagia Sophia mempunyai 361 pintu, di antara pintu itu terdapat 101 pintu dengan mantra-mantra sihir, jika dia mencoba menghitungnya sekuat apapun, tidak akan mampu, dan akan kembali kepada hitungan awal. Mitos lain adalah salah satu pintu dari pintu itu terbuat dari kayu yang sama bahan pembuatan perahu Nabi Nuh. Kayu tersebut berasal dari pohon di Gunung Cudi Tenggara Turki.

Belum selesai sampai sana, mitos yang muncul terkait Hagia Sophia, adalah kehadiran Nabi Khidhir AS yang hadir saat Muhammad Al-Fatih atau Mehmed II melakukan sholat Jumat pertama kali di dalam gereja ini. Khidir disebut hadir di tengah-tengah jamaah sholat ketika itu untuk meluruskan posisi kiblat yang semula tak mengarah ke Ka’bah Masjidil Haram di Makkah.

Oke, kita cukupnya cerita dan mitos dari Hagia Sophia. Sekarang kita cerita mengenai sejarah yang menyertai dari Hagia Sophia. Cerita dibawah ini dinukil dari website sindonews.

Pasukan Muslim di bawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel pada hari Selasa 20 Jumadil Ula 857 H atau bertepatan dengan 29 Mei 1453 M. Kala itu, di dalam kota, terdapat sisa-sisa kantong pertahanan yang tetap melakukan perlawanan. Sebagian kalangan mujahidin terbunuh sebagai syahid. 
Kebanyakan dari penduduk kota berlindung di dalam gereja. Di hari kemenangan itu, tak ada yang dilakukan oleh Sultan Al-Fatih kecuali berkeliling menemui pasukan dan panglima-panglima perang yang selalu mengucapkan, “Masyaallah.” Maka dia pun menoleh pada mereka dan berkata, “Kalian telah menjadi orang’ orang yang mampu menaklukkan kota Konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan.” 
Sultan mengucapkan kata selamat atas kemenangan yang telah mereka capai dan melarang mereka melakukan pembunuhan. Sebaliknya, Sultan memerintahkan untuk berlaku lembut kepada semua manusia dan berbuat baik pada mereka. Kemudian dia turun dari kudanya dan bersujud. 
Sultan Muhammad Al-Fatih segera menuju ke gereja Hagia Sophia atau Aya Shopia. Di sana telah berkumpul banyak orang dari kalangan rahib, pendeta, dan masyarakat. Tatkala Sultan mendekati pintu gereja, orang-orang Nasrani merasa sangat ketakutan. Salah seorang pendeta segera membukakan pintu untuk Sultan. Sultan meminta pendeta menenangkan orang-orang yang di dalam gereja, dan memerintahkan mereka pulang ke rumah masing-masing dengan tenang dan aman. 
Mendengar serta menyaksikan sikap yang demikian, warga yang semula bersembunyi di gereja mulai tenang. Ada beberapa pendeta yang sembunyi di lorong-lorong bawah tanah. Maka tatkala mereka menyaksikan sikap toleran Sultan Al-Fatih mereka pun menyatakan diri masuk Islam. 
Setelah itu, Sultan memerintahkan untuk segera mengubah gereja tersebut menjadi masjid, tujuannya agar nanti pada hari Jumat sudah bisa dipergunakan untuk Salat Jumat. Para pekerja pun segera bekerja keras melakukan renovasi. Mereka menurunkan salib-salib, berhala-berhala, dan menghapus semua gambar yang ada di dalam gereja. Kemudian membuat sebuah mimbar untuk khatib.
Ash-Shalabi mengatakan perubahan gereja menjadi masjid dibolehkan, sebab penaklukkan negeri itu melalui peperangan. Sedangkan peperangan memiliki hukum sesuai dengan Syariat Islam.
Sultan telah memberikan kebebasan kepada kalangan Nasrani untuk melakukan acara ibadah memberikan kebebasan bagi mereka memilih pemimpin agama yang memiliki otoritas untuk melaksanakan pengadilan dalam masalah-masalah sipil di kalangan mereka. Kebebasan ini juga diberikan pada ke para pemimpin gereja di wilayah-wilayah lain. Namun pada saat yang sama, Sultan mewajibkan mereka membayar jizyah.
Sultan Muhammad Al-Fatih memperlakukan penduduk Konstantinopel dengan cara yang penuh rahmat. Sultan memerintahkan tentaranya untuk berlaku baik dan toleran kepada para tawanan perang. Bahkan dia telah menebus sejumlah tawanan dengan hartanya sendiri. Khususnya ke para pangeran dari Yunani dan pemuka agama Nasrani.
Sultan kerap bertemu mereka untuk menenangkan diri mereka. Sultan memberi jaminan, agar mereka tidak takut berada di atas akidah lama, melakukan syariat agama mereka, serta tetap beribadah di rumah-rumah ibadah.
Dia memerintahkan untuk melakukan pemilihan ketua uskup baru. Akhirnya mereka memilih Agnadius sebagai ketua uskup baru. Setelah terpilih, Agnadius berangkat menuju kediaman Sultan yang diiringi sejumlah uskup.
Sultan Muhammad Al-Fatih menyambutnya dengan sambutan yang demikian ramah dan menghormatinya dengan penuh penghormatan. Sultan makan bersama mereka dan berdialog dengannya dalam berbagai masalah, baik masalah keagamaan, politik, dan sosial.
Selesai pertemuan dengan Sultan, persepsi Agnadius dan para uskup tentang Sultan-sultan Turki Utsmani seketika berubah 180°. Bahkan dia berubah pandangan tentang kaum muslimin secara umum.
Dia merasa berhadapan dengan seorang Sultan yang demikian terdidik dan berakhlak. Pembawa misi dan akidah relijius yang kokoh, serta seorang pemimpin yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan, plus seorang kesatria sejati.
Kekaguman ini dirasakan juga oleh seluruh warga Romawi dari lubuk hati mereka yang paling dalam. Sebab, mereka sebelumnya membayangkan akan ada pembunuhan massal terhadap rakyat Konstantinopel. Namun yang terjadi malah sebaliknya, hanya dalam hitungan hari, penduduk Konstantinopel telah melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa. Mereka merasa tenang dan damai. 
Orang-orang Utsmani sangat komitmen dengan kaidah-kaidah Islam. Di sana keadilan menjadi prioritas utama. Interaksi mereka dengan orang-orang Nasrani sama sekali tidak mengandung rasa fanatisme dan kezaliman. Tidak pernah terbetik dalam benak orang-orang Utsmani untuk melakukan teror terhadap orang-orang Nasrani, atas dasar kebencian keagamaan.
Sesungguhnya, agama Nasrani yang berada di bawah pemerintahan Islam memperoleh semua hak-hak mereka. Dan setiap agama memiliki pemimpin sendiri yang langsung berurusan dengan Sultan.
Selain itu, setiap agama boleh memiliki sekolah-sekolah dan tempat-tempat ibadah khusus. Sebaliknya, tidak seorang pun diperbolehkan melakukan intervensi dalam masalah keuangan internal mereka. Mereka diberi kebebasan berbicara dengan bahasa apa saja yang dikehendaki.
Sultan Muhammad Al-Fatih memiliki sikap toleransi yang begitu tinggi terhadap orang-orang Nasrani, didasarkan adanya dorongan untuk komitmen terhadap Syariat Islam yang memang memberi toleransi kepada kaum Yahudi dan Nashrani, selagi mereka mau membayar jizyah.
Hal itu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, kemudian para Khulafaur Rasyidin. Lembaran-lembaran sejarah mereka penuh dengan sikap toleran terhadap musuh-musuhnya.

Mari kita mundur sejenak untuk mengetahui sejarah Hagia Sophia.

Hagia Sophia dibangun pada abad keenam atas perintah Kaisar Bizantium, Justinian I. Bangunan ini merupakan katedral terbesar di dunia selama hampir seribu tahun.

Pada 29 Mei 1453, Konstantinopel, yang menjadi ibu kota Kekaisaran Bizantium, jatuh ke tangan tentara Ottoman Turki yang dipimpin oleh Sultan Mehmed II. Sultan Mehmet II juga mengganti nama Konstantinopel menjadi Istanbul.

Pada tanggal 24 Juli 1923, di Lausanne, Swiss, Turki harus menandatangani perjanjian damai dengan Sekutu. Perjanjian tersebut secara resmi menyudahi konflik yang terjadi antara Kesultanan Ottoman dan Sekutu sejak permulaan Perang Dunia I, yang sekaligus membuat Ottoman harus menyerahkan sebagian besar wilayah kekuasaannya kepada Inggris dan Italia.

Adalah Dewan Menteri (Council of Ministers) pada tanggal 24 November 1934, yang mengubah Hagia Sophia dari masjid agung menjadi museum.

Pada 1 Februari 1935 Mustafa Kemal Atatürk mendeklarasikan perubahan Hagia Sophia menjadi museum, banyak orang Turki menganggapnya sebagai “kekalahan”. Kalau sebelumnya Turki, melalui tangan Al Fatih, berhasil menaklukan Barat, maka kini Turki telah dikalahkan Barat. Westernisasi dan sekularisasi yang disodorkan Atatürk telah memutus keterhubungan Turki dengan masa lalunya.

Kemudian pada tanggal 10 Juli 2020 lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan secara resmi mengumumkan bahwa Hagia Sophia di Istanbul akan kembali dibuka sebagai masjid untuk umat Islam berdasarkan putusan dari Dewan Negara Turki (Turkey’s Council of State), yaitu pengadilan administrasi tertinggi di sana.

Dalam konteks historis inilah, Hagia Sophia sebagai gereja adalah simbol “kekalahan” Turki atas Romawi pada abad pertengahan. Sementara, Hagia Sophia sebagai museum adalah simbol kekalahan Turki atas Sekutu dalam Perang Dunia I.


Sumber :
https://republika.co.id/berita/qdl3ja320/mitos-hagia-sophia-dibangun-sulaiman-didatangi-khidhir
https://kalam.sindonews.com/read/103864/70/hagia-sophia-saksi-tingginya-akhlak-sultan-muhammad-al-fatih-1594948044
https://kumparan.com/dipo-alam/hagia-sophia-dan-kebangkitan-nasionalis-religius-di-turki-1towVS16pDk/full
https://wartakota.tribunnews.com/2020/07/11/5-fakta-menarik-hagia-sophia-didirikan-kaisar-justinian-i-abad-vi-dikuasai-ottoman-hingga-erdogan

No comments:

Post a Comment