Ketika mendengar kata orisinalitas, sebagian besar orang langsung membayangkan sesuatu yang benar-benar baru, belum pernah ada sebelumnya, dan muncul dari kekosongan. Padahal, kenyataannya orisinalitas tidak selalu harus identik dengan kebaruan mutlak.
Dalam banyak hal, orisinalitas justru muncul dari cara pandang baru terhadap hal lama, dari keberanian meramu ulang gagasan yang sudah ada menjadi sesuatu yang relevan dan bermakna.
Seorang seniman, penulis, atau inovator seringkali tidak menciptakan sesuatu dari nol.
Mereka memetik dari ingatan kolektif, dari tradisi, sejarah, dan referensi yang telah ada sebelumnya. Orisinalitas mereka terletak pada sudut pandang, pada keberanian untuk menantang pakem lama dengan pendekatan segar, atau pada keberhasilan mereka menyuarakan sesuatu yang dirasakan banyak orang tapi belum pernah diungkapkan dengan cara tersebut.
Dalam dunia bisnis pun demikian.
Tidak semua startup yang disebut inovatif benar-benar menciptakan kategori baru. Banyak dari mereka justru sukses karena memodifikasi ide lama dengan pendekatan yang lebih relevan, efisien, atau humanis. Layanan transportasi daring, misalnya, bukan menciptakan konsep transportasi itu sendiri, tetapi merevolusi cara kita mengakses dan menggunakannya.
Maka, penting untuk menyadari bahwa mengejar orisinalitas bukan berarti harus memaksakan kebaruan yang belum tentu berguna. Kadang, yang dibutuhkan adalah kepekaan membaca kebutuhan zaman, lalu menjawabnya dengan pendekatan yang unik—meskipun bahan-bahannya sudah ada sejak lama.
Karena pada akhirnya, orisinalitas bukanlah soal menemukan hal yang belum pernah ada, melainkan tentang menyampaikan sesuatu dengan cara yang belum pernah ada.
Batik tulis adalah contoh sempurna dari orisinalitas yang tidak selalu harus “baru”, tetapi kaya akan keunikan, ekspresi personal, dan nilai budaya.
Setiap lembar batik tulis adalah karya yang lahir dari tangan manusia—dengan ketidaksempurnaan yang justru menjadi ciri khas dan bukti orisinalitasnya. Tidak ada dua batik tulis yang benar-benar sama, karena motif, tekanan malam, goresan canting, dan suasana hati pembatik ikut membentuk hasil akhirnya.
Sementara itu, batik cetak atau batik printing meskipun efisien dan masif, kehilangan unsur personal tersebut. Ia bisa diulang persis, diproduksi cepat, tapi tidak menyimpan jejak kisah dan proses yang intim seperti batik tulis.
Maka bisa dikatakan, orisinalitas batik tulis tidak terletak pada kebaruan motif semata, melainkan pada cara dan jiwa yang tertanam dalam pembuatannya.
Tulisan tangan seseorang pada sebuah artikel memancarkan orisinalitas dalam bentuk yang paling manusiawi—emosi, sudut pandang, dan pengalaman hidup yang tak bisa direplikasi persis oleh siapa pun, termasuk oleh kecerdasan buatan. Dalam tulisan manusia, kita bisa merasakan kegelisahan, semangat, atau bahkan kejanggalan logika yang justru menunjukkan proses berpikir yang hidup.
Sebaliknya, tulisan dari AI, meski rapi, cepat, dan informatif, cenderung terstruktur dan netral. Ia mampu meniru gaya, tapi tidak bisa sepenuhnya menyamai nuansa batin yang tertuang dalam tulisan personal.
Seperti halnya batik tulis yang mengandung jiwa pembuatnya, tulisan tangan adalah ekspresi orisinal dari cara seseorang melihat dan merespons dunia—bukan sekadar kumpulan kata, tetapi narasi yang ditenun dari kesadaran unik.
No comments:
Post a Comment