Ada banyak hal dalam hidup ini yang sering kali membuat kita merasa kecil, rapuh, bahkan tak berdaya. Seperti langit yang membentang luas, begitu tinggi dan tak tersentuh, begitu pula masalah dan cita-cita yang kita hadapi terkadang tampak mustahil untuk diraih.
Kita berusaha mendaki, berlari, berjuang sekuat tenaga, namun tetap saja terasa seperti menghadapi sesuatu yang tak mungkin dikalahkan.
Kita ingin menaklukkan langit, tapi sering lupa bahwa langit bukan untuk ditaklukkan. Langit adalah simbol keterbatasan kita sebagai manusia. Ada batas yang tidak bisa kita lewati, ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan, sekeras apa pun usaha kita.
Dan pada titik itulah kita diingatkan: jika tak bisa menaklukkan langit, maka mintalah pada yang membuat langit.
Karena di balik langit yang biru, yang penuh bintang, yang kadang gelap atau memancarkan cahaya mentari, ada Sang Pencipta yang mengatur segalanya dengan keseimbangan yang sempurna. Tuhanlah yang menciptakan langit, bumi, dan segala isinya.
Ia yang memegang kunci dari segala sesuatu yang tampak mustahil di mata kita. Apa yang tidak bisa dijangkau oleh tangan manusia, bisa saja mudah digerakkan dengan izin-Nya.
Sering kali kita terjebak pada rasa ingin menguasai segalanya. Kita ingin semua berjalan sesuai keinginan kita: karier yang melesat cepat, rumah tangga yang sempurna, bisnis yang terus untung, tubuh yang selalu sehat, dan hidup yang mulus tanpa hambatan.
Tapi hidup bukan seperti itu.
Seperti langit yang luas, ia terlalu besar untuk digenggam manusia. Kita hanya bisa berjalan sejauh yang kita mampu, dan selebihnya kita serahkan pada-Nya.
Meminta pada yang membuat langit bukan berarti menyerah atau berhenti berusaha. Justru itu adalah bentuk kebijaksanaan. Kita berusaha semaksimal mungkin dengan segala daya, tetapi kita sadar ada kekuatan yang lebih besar daripada diri kita sendiri.
Kita belajar untuk berdoa, bersandar, dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi—bahkan yang tidak sesuai harapan kita—tetap berada dalam kendali Tuhan.
Bayangkan seorang pelaut di tengah samudra. Ia tidak bisa mengatur arah angin, tidak bisa menahan gelombang, dan tentu saja tidak bisa menaklukkan luasnya lautan. Tetapi ia bisa mengatur layarnya, bisa berdoa agar angin membawanya ke arah yang tepat, dan bisa percaya bahwa di balik badai ada daratan yang menunggunya.
Begitu pula kita dalam hidup: kita tidak bisa mengendalikan langit, tapi kita bisa meminta kepada yang menciptakan langit agar diberi jalan.
Maka, ketika langkahmu terasa buntu, ketika usahamu seperti berakhir di dinding yang tinggi, ketika doa-doamu seakan tak kunjung terjawab, jangan berhenti.
Lihatlah ke langit. Ingatlah bahwa ada yang membuat langit, dan Ia selalu mendengar.
Sebab, jika tidak bisa menaklukkan langit, maka mintalah pada yang membuat langit. Dan di situlah kita menemukan arti pasrah, arti doa, dan arti percaya bahwa yang mustahil bagi manusia, tidak pernah mustahil bagi Tuhan.
No comments:
Post a Comment