Sehari Menengok Ibu
Pagi itu, matahari belum sepenuhnya tinggi ketika aku melangkah ke Stasiun Surabaya dengan satu tujuan sederhana namun penuh makna: menengok ibu di kampung halaman, Jember. Tiket kereta ekonomi pagi sudah kupesan jauh-jauh hari—bukan karena harganya, tapi karena aku ingin menikmati perjalanan darat yang tenang dan penuh kenangan.
Duduk di dekat jendela, aku memandang sawah-sawah yang terbentang luas, desa-desa kecil yang berlalu satu demi satu, seolah semuanya mengantarkanku pulang.
Setibanya di Jember menjelang siang, udara terasa lebih segar, lebih akrab. Aku langsung menuju rumah ibu di pinggiran kota. Senyumnya yang hangat menyambut di ambang pintu seperti selalu—tanpa keluh, hanya peluk dan doa dalam bisikan.
Kami ngobrol sejenak di ruang tamu sederhana, menyantap hidangan kesukaanku yang sudah disiapkannya: tempe goreng.
Karena waktu pulang masih lama, aku menyempatkan diri istirahat sejenak di homestay kecil tak jauh dari rumah ibu. Alice’s Homestay Syariah di Jember adalah pilihan akomodasi sederhana dan nyaman, ideal untuk pelancong yang menghargai suasana tenang dan syariah. Terletak strategis di Jl. Citarum No. 10, hanya sekitar 5 menit berjalan kaki dari Alun‑Alun dan Stasiun Jember.
Homestay ini menawarkan kamar-kamar standar Double atau Twin ber-AC lengkap dengan Wi‑Fi gratis, TV kabel, dan mandi dengan shower rainfall. Fasilitas tambahan seperti ruang dapur bersama, area parkir, resepsionis 24 jam, dan kebersihan harian menjadikannya tempat yang praktis untuk menginap, baik bagi keluarga maupun pelancong solo .
Rating tinggi (sekitar 4,6–4,9) mencerminkan kepuasan tamu terhadap pelayanan yang ramah dan lokasi yang dekat segala kebutuhan kota, menjadikannya opsi menginap yang “cozy” dan terpercaya di Jember.
Tempatnya tenang, dengan jendela yang menghadap ke halaman penuh tanaman. Beberapa jam aku rebahan, melepas lelah, menulis sedikit catatan di buku harian—tentang betapa rindu sering kali hanya bisa dibayar lunas dengan hadir secara langsung.
Menjelang sore, mendung dan gerimis tiba-tiba turun, seolah tahu bahwa waktu selalu terasa kurang bagi yang mencintai. Kereta pulang malam membawaku kembali ke Surabaya, menyusuri jalur yang sama, tapi kini dengan hati yang lebih ringan.
Meski singkat, perjalanan ini menyisakan bekas yang dalam: bahwa pulang tak harus lama, dan menengok orang tua tak butuh alasan besar. Kadang, cukup hadir. Cukup duduk di sampingnya, dan membiarkan kasih sayang mengalir diam-diam lewat tatapan, tawa kecil, dan cerita-cerita yang tak akan pernah lekang oleh waktu.
No comments:
Post a Comment