Wednesday, June 16, 2021

Sudden Cardiac Arrest

Sebelum santer Eriksen dan deretan pemain bola yang kolaps di lapangan hijau, tahun lalu saat pandemi melanda, cukup banyak orang yang Sehat dan Bugar dengan Bersepeda, namun terdengar juga pesepeda yang kolaps saat sedang bersepeda.

Resiko terkena serangan jantung ini akan meningkat jika seseorang menderita hiperkolesterolemia atau kolesterol tinggi adalah kondisi dimana tingkat kolesterol dalam darah yang melampaui kadar yang normal, terlebih jika terjadi pengendapan kolesterol pada pembuluh darah.

Untuk itu bagi orang yang sedang berolahraga, harus senantiasa mengukur denyut jantung denyut dengan cara mengukur nadi. Dimana jumlah denyut nadi seseorang bisa berbeda dari orang lain. Denyut nadi yang rendah biasanya terjadi jika kita sedang beristirahat. 

Semakin sehat seseorang, semakin rendah denyut nadinya

Namun banyak para dokter yang beranggapan jika standar denyut nadi normal tersebut harus diubah menjadi 50-70 kali per menit. Ada penelitian yang mengungkapkan jika denyut nadi seseorang saat istirahat lebih dari 76 kali per menit, risiko ia terkena serangan jantung menjadi semakin tinggi. Walaupun denyut ini dianggap normal oleh standar yang digunakan sekarang.

Bagi penghobi lari, tidak akan asing saat mengikuti kompetisi lari marathon disediakan buah pisang. Hal ini bertujuan sebagai penyeimbang asupan tubuh sebagai asupan energi bagi para pelari. Selain sebagai sumber energi (karbohidrat), buah pisang juga banyak mengandung mineral, terutama kalium. Semakin tinggi kadar kalium pada makanan yang dikonsumsi, risiko Anda terkena serangan jantung dan stroke semakin rendah, karena kalium mengimbangi peran sodium dalam tubuh.

Sebagai orang awam, kolapsnya atlet tersebut kita sebut sebagai serangan jantung. Namun ternyata secara medis ada istilah yang berbeda. 

Heart Attack vs. Sudden Cardiac Arrest

Serangan jantung (sindroma koroner akut) dan henti jantung (cardiac arrest) adalah hal yang berbeda. Serangan jantung terjadi ketika aliran darah ke otot jantung terhenti, sementara kematian jantung mendadak adalah kondisi saat kematian di sebabkan oleh jantung dengan kehilangan kesadaran secara mendadak dalam waktu satu jam setelah onset perubahan status kardiovaskular secara akut.

Disrupsi pada sistem pernapasan dan fungsi jantung dapat berakibat fatal bila tak mendapat penanganan segera. Bahkan hanya sekitar 10 persen pasien yang mengalami henti jantung di luar rumah sakit yang dapat selamat. Ini sekaligus menekankan betapa pentingnya deteksi dini serta respons darurat bagi keselamatan individu yang terkena henti jantung.

Sudden Cardiac Arrest (SCA) atau henti jantung mendadak adalah kondisi ketika jantung berhenti berdetak secara tiba-tiba. Kondisi ini dapat ditandai dengan hilangnya kesadaran dan napas yang berhenti.  

Kondisi ini terjadi karena gangguan listrik di jantung, yang mengakibatkan pompa jantung terhenti. Akibatnya, aliran darah ke seluruh tubuh juga terhenti.

Sudden cardiac death di Asia adalah 52,5 kasus per 100.000 setiap tahunnya. Di Eropa angka kematian jantung mendadak adalah 86,4 kasus per 100.00 setiap tahunnya, sedangkan di Amerika Utara angkanya mencapai 98,1 kasus per 100.000 setiap tahun dan di Australia tercatat 111.9 kasus per 100.000 setiap tahun. 

Faktor resiko yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak seperti laki-laki, Diabetes Mellitus, merokok, faktor genetik, Atrial Fibrilasi, Penyakit Ginjal Kronik, dan obstruktif sleep apneu. Gangguan elektrolit, environmental stress, dan stress psikologi atau depresi akan meningkatkan resiko mengalami kejadian kematian jantung mendadak. 

Namun bukan berarti olahraga menjadi pemicu utama serangan henti jantung. Menurut Journal Of The American College Of Cardiology, sebanyak 52 serangan jantung terjadi di tempat olahraga biasa, 84 peristiwa di tempat olahraga alternatif, dan sebanyak 713 kasus serangan jantung lainnya terjadi di tempat-tempat yang tidak berhubungan dengan olahraga. 

Dalam Journal of American Medical Association, disebutkan bahwa risiko kelangsungan hidup seseorang saat melakukan aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin menurunkan risiko mengalami serangan jantung sekitar 45 persen dibandingkan dengan orang sehat yang jarang berolahraga. 

Rutin beraktivitas terbukti dapat menurunkan risiko kematian mendadak saat berolahraga, entah karena serangan jantung biasa maupun henti jantung. Hal ini dikarenakan tubuh sudah terbiasa untuk beradaptasi dengan peningkatan aktivitas tubuh. Pengendalian faktor risiko tersebut diperlukan untuk menurunkan faktor risiko terjadinya henti jantung saat berolahraga.


Sumber :

https://primayahospital.com/jantung/kematian-jantung-mendadak/

https://www.alodokter.com/henti-jantung-mendadak

https://pjnhk.go.id/artikel/sudden-cardiac-death-pada-usia-muda

https://www.gvh.org/heart-attack-vs-sudden-cardiac-arrest-know-the-signs/

https://www.kompas.com/sports/read/2021/06/15/13300048/penyebab-atlet-kena-serangan-henti-jantung-saat-berolahraga?page=all.

2 comments:

Related Posts