Saturday, April 2, 2022

Fase Bulan dan Bidang Ekliptika Bumi

Rukun Islam ke-4 setelah syahadat, sholat, zakat adalah puasa atau fasting. Umat Islam akan serentak memulai puasa pada tanggal 1 Ramadhan. Untuk penentuan dan penetapan tanggal pertama sebagai awal bulan dalam kalender Hijriah ada 2 metode, yaitu Hisab dan Rukyat.

Hisab, yaitu perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.

Rukyat, yaitu adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dilakukan setelah Matahari terbenam dengan mata telanjang atau dengan teleskop.

Penentuan tanggal 1 Ramadhan dengan 2 metode tersebut dua-duanya benar karena mereka mementukan tanggal lalu kemudian melanjutkan dengan puasa, yang salah adalah mereka yang tidak berpuasa tentunya. Jadi jangan terlalu sibuk dengan perbedaan. Mari jalankan ibadah dengan sebaik-baiknya. 

Perhitungan menggunakan hisab diatas berdasarkan atas derajat busur dengan simbol ° yang merupakan ukuran sudut yang dibentuk sebuah bidang datar, menggambarkan 1/360 dari sebuah putaran penuh. Artinya, besar 1 derajat adalah satu juring pada lingkaran yang dibagi menjadi 360 buah juring yang besarnya sama. Jika sudut tersebut dinyatakan terhadap sebuah meridian referensi, sudut tersebut menunjukkan sebuah lokasi pada sebuah lingkaran besar sebuah bola (seperti Bumi, Mars, atau bola langit).

Di tahun 2022 ini, Muhammadiyah telah menentukan 1 Ramadhan dengan menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal menilai bahwa pada Jumat 1 April 2022 M, ijtimak jelang Ramadhan 1443 H terjadi pada pukul 13:27:13 WIB. Tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam di Yogyakarta (f = -07° 48¢ LS dan l = 110° 21¢ BT ) = +02° 18¢ 12² (hilal sudah wujud), dan di seluruh wilayah Indonesia pada saat Matahari terbenam itu Bulan berada di atas ufuk. Dengan demikian, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1443H jatuh pada hari Sabtu, 2 April 2022.

Sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyatul hilal dimana berdasarkan data hisab Lembaga Falakiyah PBNU menunjukkan keadaan hilal sudah berada di atas ufuk, tepatnya +2 derajat 04 menit 12 detik dan lama hilal 9 menit 49 detik yang dipantau di Kantor PBNU Jakarta, koordinat 6º 11’ 25” LS 106º 50’ 50” BT. Sementara konjungsi atau ijtimak bulan terjadi pada Jumat 1 April 2022 pukul 13:25:54 WIB.

Adapun letak matahari terbenam berada pada posisi 4 derajat 34 menit 09 detik utara titik barat, sedangkan letak hilal pada posisi 2 derajat 48 menit 22 menit utara titik barat. Adapun kedudukan hilal berada pada 1 derajat 45 menit 47 detik selatan matahari dalam keadaan miring ke selatan dengan elongasi 3 derajat 24 menit 06 detik.

Sehingga dengan ketinggian 2 derajat lebih 4 menit dan 3 derajat 4 menit, hilal tampaknya akan sulit dirukyat. Terlebih umur bulan yang belum mencapai 8 jam. Sehingga hilal tidak terlihat dan bulan Syaban akan digenapkan menjadi 30 hari. Dengan begitu, awal Ramadhan 1443H bisa jatuh pada Minggu 3 April 2022. Sementara Sabtu, 2 April 2022, masih terhitung tanggal 30 Syaban 1443 H.

Umat Islam menggunakan kalender Hijriah yaitu sistem penanggalan yang berbasis siklus fase Bulan. Fase Bulan adalah peristiwa astronomi yakni perubahan bentuk wajah Bulan yang tampak dari paras Bumi sebagai akibat dari dinamika revolusi Bulan, serta peredaran Bumi dalam mengelilingi Matahari. 

Satu bulan kalender (lunasi) dibagi ke dalam empat Minggu. Minggu pertama ditandai Bulan berbentuk sabit yang tampak di langit barat setelah Matahari terbenam. Fenomena astronomi dari fase Bulan untuk melihat awal bulan dalam kalender Hijriah, ditentukan oleh bulan sabit tipis, yang kemudian disebut hilal, yang tampak di langit barat, sesaat setelah Matahari terbenam. 

Pada minggu kedua, Bulan sudah bergeser ke langit timur saat Matahari terbenam. Bentuknya juga mulai berubah dari benjol hingga akhirnya purnama. Setelah fase Bulan Purnama, bulan akan mulai dominan menjelang terbitnya Matahari dan pada minggu ketiga, bulan muncul di langit barat dan berubah dari purnama menjadi benjol, hingga akhirnya berbentuk perbani kembali. 

Dan minggu keempat ditandai dengan menyusutnya bentuk perbani menjadi sabit yang kian menipis dari hari ke hari di langit timur menjelang Matahari terbit.

Siklus fase Bulan dikendalikan oleh periode sinodis Bulan, yakni kombinasi periode revolusi Bulan dan periode revolusi Bumi dengan titik acuan saat Bulan ‘berkumpul’ dengan Matahari. Dalam astronomi, fenomena tersebut dinamakan konjungsi Bulan–Matahari, yang terjadi saat kedua benda langit menempati satu garis bujur ekliptika yang sama. 

Sehingga hanya berselisih dalam kedudukan lintang ekliptika. Konjungsi Bulan-Matahari kadangkala terlihat kasatmata sebagai Gerhana Matahari, manakala kedua benda langit juga menempati garis lintang ekliptika yang sama. 

Sebagai catatan bulan mengelilingi bumi membutuhkan waktu 29,53 hari (periodesinodis).

Hmm, benar juga.

Lalu kenapa Gerhana Matahari atau Gerhana Bulan tidak terjadi setiap bulan?

Seperti yang kita ketahui bahwa Gerhana Bulan terjadi saat posisi Matahari-Bumi-Bulan berada dalam satu garis sejajar dengan Bumi berada di tengah. Sedangkan gerhana Matahari terjadi saat posisi Matahari-Bulan-Bumi berada dalam satu garis lurus dengan Bulan berada di tengah.

Gerhana Bulan selalu terjadi pada fase Bulan purnama dan gerhana Matahari selalu terjadi pada fase Bulan baru.

Lalu Bulan purnama itu terjadi ketika Bumi ada di antara Matahari dan Bulan, sedangkan Bulan baru itu terjadi saat Bulan berada di antara Matahari dan Bumi.

Fenomena kedua Gerhana tersebut tidak terjadi setiap bulan karena orbit Bumi dan orbit Bulan itu tidak lurus. Orbit Bulan itu miring sekitar 5 derajat dari orbit Bumi. Sehingga meski Bulan berada di antara Bumi dan Matahari, belum tentu posisinya sejajar sehingga tidak terjadi gerhana Matahari.

Bidang orbit bumi mengelilingi matahari (bidang ekliptika bumi) dengan bidang orbit bulan membentuk sudut 5,145 derajat (atau sering ditulis 5,2 derajat) terhadap bidang ekliptika bumi.


Sumber :

https://www.antaranews.com/berita/2794981/mengapa-penentuan-awal-ramadhan-bisa-berbeda

https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/13/180200723/astronomi-ramadhan-fase-bulan-dan-hilal-penentu-awal-ramadhan?page=all.

https://bobo.grid.id/read/08680686/kenapa-gerhana-tidak-terjadi-setiap-bulan-purnama-dan-bulan-baru?page=all

https://gerhana.langitselatan.com/mengapa-gerhana-tidak-terjadi-setiap-bulan/

http://fridaceda.blogspot.com/2017/02/penyebab-terjadinya-gerhana-matahari.html?m=1

https://slideplayer.info/amp/2285543/

No comments:

Post a Comment

Related Posts